Masa-masa putih abu-abu—seragam kebanggaan bagi siswa-siswi sekolah menengah atas dan sederajat—menyimpan sejuta kenangan. Hari-hari yang terasa begitu biasa: bangun pagi, berangkat ke sekolah, bertemu teman-teman, belajar, mengikuti kegiatan, dan kemudian pulang. Rutinitas itu terasa begitu sederhana, namun sekarang, dua tahun setelahnya, semuanya hanya tinggal kenangan. Terkadang, aku merenung dan menyadari bahwa masa itu ternyata cukup berkesan.
SMK Darul Musyawaroh, atau biasa disingkat Darmus, adalah sekolahku dulu. Terletak di desa Banjaragung, Kecamatan Bangsri, Darmus merupakan satu-satunya sekolah menengah kejuruan di daerah kami. Sekolah ini berada dalam lingkungan pondok pesantren, tempat di mana ilmu umum dan ilmu agama diajarkan dengan seimbang.
Darmus adalah lingkungan yang sangat mendukung untuk meraih prestasi. Guru-guru yang kompeten di bidangnya, prestasi akademik yang membanggakan, prestasi olahraga yang gemilang, hingga prestasi dalam bidang agama Islam, semuanya tersedia di sini. Tak hanya itu, fasilitas yang memadai pun menambah kenyamanan belajar. Banyak alumni dari sekolah ini yang berhasil menembus perguruan tinggi negeri ternama dan meraih kesuksesan dalam karier mereka.
Bagaimana dengan aku? Aku hanyalah siswa biasa. Terkadang terlambat masuk sekolah, pernah dihukum, bolos, dan bahkan pernah terlibat perkelahian. Meskipun begitu, aku bangga menjadi bagian dari SMK Darmus, khususnya sebagai siswa di jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ).
Meski banyak momen di kelas satu dan dua yang mulai terlupakan, ada beberapa hal yang selalu teringat—perasaan bangga ketika menjadi teknisi di lab komputer sekolah. Selain itu, adanya Praktik Kerja Lapangan (PKL), dengan ini, sudah bisa mendapatkan penghasilan sendiri meski tidak seberapa hingga pengalaman kerja di luar kota. Selama PKL membuatku menyadari bahwa teknologi, khususnya di bidang komputer dan jaringan, sangat dibutuhkan oleh banyak orang untuk mempermudah pekerjaan mereka.
Sejak saat itu, aku memutuskan untuk terus belajar tentang teknologi terbaru, baik di rumah maupun di sekolah. Meskipun fasilitas sekolah belum lengkap, tapi sudah cukup memadai, dan aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Prinsipku adalah, “Sebagus apa pun atau selengkap apa pun fasilitas di sekolahmu, jika tidak digunakan untuk menggali potensi dirimu, semuanya akan sia-sia.”
Memasuki kelas 12, ada perubahan besar yang kurasakan. Biasanya, siswa-siswi kelas 12 mulai bertobat dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Pagi-pagi, kami pergi ke masjid sekolah untuk melaksanakan sholat dhuha. Kedewasaan pun mulai tampak, baik dalam sikap maupun tindakan. Persiapan menjelang ujian nasional membuat suasana semakin serius.
Ketika tiba saatnya ujian nasional, aku hanya bisa pasrah. Semua usaha dan ikhtiar sudah aku lakukan semampuku, dan alhamdulillah, seluruh siswa angkatan kami lulus 100%.
Setelah itu, rasanya sekolah tak lagi menyenangkan seperti biasanya. Kami, siswa kelas 12, hanya menunggu hari kelulusan. Aktivitas belajar mengajar sudah selesai, dan kami bebas masuk atau tidak ke sekolah. Tapi aku tetap datang ke sekolah, masih mengenakan seragam, duduk di luar kelas bersama teman-teman sekelas, browsing, membuka Facebook, dan mencari informasi tentang kuliah atau pekerjaan.
Dalam hati, aku merindukan keramaian sekolah, kesibukan mengerjakan tugas, olahraga bersama teman-teman, bercanda di teras kelas, serta canda tawa dan amarah cinta dari bapak ibu guru yang selalu sabar menghadapi tingkah laku kami.
Tiba saatnya prosesi wisuda dan perpisahan. Prosesi ini diadakan di lapangan sekolah dengan panggung yang megah. Para wali murid hadir mendampingi, dan para siswa mengenakan pakaian hitam putih serta berpeci. Kami menyanyikan syair perpisahan dan puisi sebagai tanda terima kasih kepada orang tua, membuat suasana haru. Air mata pun tak terbendung.
Dalam hati, ada penyesalan yang terselip—meninggalkan cerita SMK yang sebenarnya ingin aku ulang kembali, memperbaiki prestasi, dan menghapus kenangan kelam yang pernah kualami. Meskipun begitu, menjadi wisudawan terbaik adalah pencapaian yang membuat orang tuaku bangga, meski aku tahu itu belum seberapa.
Mungkin bukan hanya aku yang merasakan hal ini. Perpisahan memang pasti terjadi, dan sekarang aku siap menjalani perjalanan hidup yang baru, bersama teman-teman yang pernah berbagi cerita di masa putih abu-abu ini.
All the best for us, and may Allah bless us all.
@ Copyright :
Pengirim : Adi Ariyanto
Alamat : Banjaragung RT2/4
Alumni TKJ 2016